Gambar: Dok. Pribadi |
Pikirku
lurus. Tak pernah bercabang seperti ranting pohon. Tak Seperti jalan
yang hendak kulewati ini. Penuh liku. Tak perlu khawatir akan lelahku
melewati liku perjalanan ini. Jangan! Aku tidak lelah. Karena aku
bersama kekuatan. Peluh ini luluh dengan tulus. Jadi tak perlu
khawatir. Masih ada ketulusan yang berteman dengan kesetiaan. Yang
sejatinya sudah mengenal dan menemaniku sedari dulu. Jauh sebelum
sepi itu menepi dan menghampiriku. Tapi kuyakin, ia tak kan lama
bersamaku. Masih ada kekuatan dan kesabaran di belakangku. Masih juga
ketulusan yang tak kan berharap apa pun pada peluh yang terlanjur
luluh.
Jujurlah.
Aku masih yakin kamu akan kembali dan berbalik ke arahku. Aku masih
punya Tuhan yang Maha Adil. Meski manusia bisa menghentikan
ketidakadilan, tapi Tuhan memberikan keadilan penuh padaku kapan pun.
Ia datang bagai cahaya yang tak mampu kubendung. Seperti rindu ini,
yang tak dapat kubendung. Meski rasa itu hilang beberapa tahun lalu,
kini kembali. Entah apa yang membuatnya kembali lagi, lagi dan lagi.
Mungkin
saja kekuataan dan kesabaran yang menggiringnya ke arahku. Atau
keyakinan dan kesabaran mendorongnya bersama kekuatan untuk kembali
ke sini? Ah, pasti Tuhan dengan segala keadilan-Nya yang menuntunnya
kembali ke sini.
***
12 Juni 2015. Kamar 305.
Langkah
kaki ini seirama dengan degup jantung. Padahal tidak sama sekali.
Degupan jantungku lebih cepat dari langkahku. Mencoba menenangkan
diri sejenak dan menepi di lorong yang sepi. Hela nafas sejenak. Dan
kubuka pintu dengan penuh ke hati-hatian. “Hai...,” sapaku pada
sosok yang sedang berbaring di ranjang. Tak ada jawaban. Hanya
tatapan dan senyuman. Tuhan, inikah jawabku atas doaku selama ini
untuk bisa menatap dan melihat senyumanya?. Sambutan hangat sentuhan
tanganmu mencairkan kebekuan kisah yang t'lah lalu. “Doakan aku
ya,” pintanya sambil memegang erat tanganku.
30
Mei 2016.
Aku
kembali di sini (RSUD) bersamamu. Tapi kamu hanya diam. Aku datang
pun, kamu hanya diam. Tak lagi menyambutku dengan hangatnya pelukmu.
Tuhan, adilkah ini? Ketika Kau hadirkan kembali ia dalam hidupku,
justru kau memanggilnya lebih cepat untuk kembali pada-Mu? Se-Rindu
inikah Kau padanya Tuhan?
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/www.puji_ana.cm/rindu-ini-masih-milikmu_57d17a37de22bdb050226118
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/www.puji_ana.cm/rindu-ini-masih-milikmu_57d17a37de22bdb050226118
Pikirku lurus. Tak
pernah bercabang seperti ranting pohon. Tak Seperti jalan yang hendak
kulewati ini. Penuh liku. Tak perlu khawatir akan lelahku melewati liku
perjalanan ini. Jangan! Aku tidak lelah. Karena aku bersama kekuatan.
Peluh ini luluh dengan tulus. Jadi tak perlu khawatir. Masih ada
ketulusan yang berteman dengan kesetiaan. Yang sejatinya sudah mengenal
dan menemaniku sedari dulu. Jauh sebelum sepi itu menepi dan
menghampiriku. Tapi kuyakin, ia tak kan lama bersamaku. Masih ada
kekuatan dan kesabaran di belakangku. Masih juga ketulusan yang tak kan
berharap apa pun pada peluh yang terlanjur luluh.
Jujurlah. Aku masih yakin kamu akan kembali dan berbalik ke arahku. Aku
masih punya Tuhan yang Maha Adil. Meski manusia bisa menghentikan
ketidakadilan, tapi Tuhan memberikan keadilan penuh padaku kapan pun. Ia
datang bagai cahaya yang tak mampu kubendung. Seperti rindu ini, yang
tak dapat kubendung. Meski rasa itu hilang beberapa tahun lalu, kini
kembali. Entah apa yang membuatnya kembali lagi, lagi dan lagi.
Mungkin saja kekuataan dan kesabaran yang menggiringnya ke arahku. Atau
keyakinan dan kesabaran mendorongnya bersama kekuatan untuk kembali ke
sini? Ah, pasti Tuhan dengan segala keadilan-Nya yang menuntunnya
kembali ke sini.
***
12 Juni 2015. Kamar 305.
Langkah kaki ini seirama dengan degup jantung. Padahal tidak sama
sekali. Degupan jantungku lebih cepat dari langkahku. Mencoba
menenangkan diri sejenak dan menepi di lorong yang sepi. Hela nafas
sejenak. Dan kubuka pintu dengan penuh ke hati-hatian.
“Hai...,” sapaku pada sosok yang sedang berbaring di ranjang.
Tak ada jawaban. Hanya tatapan dan senyuman.
Tuhan, inikah jawabku atas doaku selama ini untuk bisa menatap dan
melihat senyumanya?. Sambutan hangat sentuhan tanganmu mencairkan
kebekuan kisah yang t'lah lalu.
“Doakan aku ya,” pintanya sambil memegang erat tanganku.
30 Mei 2016.
Aku kembali di sini bersamamu. Tapi kamu hanya diam. Aku datang pun,
kamu hanya diam. Tak lagi menyambutku dengan hangatnya pelukmu. Tuhan,
adilkah ini? Ketika Kau hadirkan kembali ia dalam hidupku, justru kau
memanggilnya lebih cepat untuk kembali pada-Mu? Se-Rindu inikah Kau
padanya Tuhan?
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/www.puji_ana.cm/rindu-ini-masih-milikmu_57d17a37de22bdb050226118
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/www.puji_ana.cm/rindu-ini-masih-milikmu_57d17a37de22bdb050226118
Pikirku lurus. Tak
pernah bercabang seperti ranting pohon. Tak Seperti jalan yang hendak
kulewati ini. Penuh liku. Tak perlu khawatir akan lelahku melewati liku
perjalanan ini. Jangan! Aku tidak lelah. Karena aku bersama kekuatan.
Peluh ini luluh dengan tulus. Jadi tak perlu khawatir. Masih ada
ketulusan yang berteman dengan kesetiaan. Yang sejatinya sudah mengenal
dan menemaniku sedari dulu. Jauh sebelum sepi itu menepi dan
menghampiriku. Tapi kuyakin, ia tak kan lama bersamaku. Masih ada
kekuatan dan kesabaran di belakangku. Masih juga ketulusan yang tak kan
berharap apa pun pada peluh yang terlanjur luluh.
Jujurlah. Aku masih yakin kamu akan kembali dan berbalik ke arahku. Aku
masih punya Tuhan yang Maha Adil. Meski manusia bisa menghentikan
ketidakadilan, tapi Tuhan memberikan keadilan penuh padaku kapan pun. Ia
datang bagai cahaya yang tak mampu kubendung. Seperti rindu ini, yang
tak dapat kubendung. Meski rasa itu hilang beberapa tahun lalu, kini
kembali. Entah apa yang membuatnya kembali lagi, lagi dan lagi.
Mungkin saja kekuataan dan kesabaran yang menggiringnya ke arahku. Atau
keyakinan dan kesabaran mendorongnya bersama kekuatan untuk kembali ke
sini? Ah, pasti Tuhan dengan segala keadilan-Nya yang menuntunnya
kembali ke sini.
***
12 Juni 2015. Kamar 305.
Langkah kaki ini seirama dengan degup jantung. Padahal tidak sama
sekali. Degupan jantungku lebih cepat dari langkahku. Mencoba
menenangkan diri sejenak dan menepi di lorong yang sepi. Hela nafas
sejenak. Dan kubuka pintu dengan penuh ke hati-hatian.
“Hai...,” sapaku pada sosok yang sedang berbaring di ranjang.
Tak ada jawaban. Hanya tatapan dan senyuman.
Tuhan, inikah jawabku atas doaku selama ini untuk bisa menatap dan
melihat senyumanya?. Sambutan hangat sentuhan tanganmu mencairkan
kebekuan kisah yang t'lah lalu.
“Doakan aku ya,” pintanya sambil memegang erat tanganku.
30 Mei 2016.
Aku kembali di sini bersamamu. Tapi kamu hanya diam. Aku datang pun,
kamu hanya diam. Tak lagi menyambutku dengan hangatnya pelukmu. Tuhan,
adilkah ini? Ketika Kau hadirkan kembali ia dalam hidupku, justru kau
memanggilnya lebih cepat untuk kembali pada-Mu? Se-Rindu inikah Kau
padanya Tuhan?
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/www.puji_ana.cm/rindu-ini-masih-milikmu_57d17a37de22bdb050226118
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/www.puji_ana.cm/rindu-ini-masih-milikmu_57d17a37de22bdb050226118
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/www.puji_ana.cm/rindu-ini-masih-milikmu_57d17a37de22bdb050226118
Pikirku lurus. Tak
pernah bercabang seperti ranting pohon. Tak Seperti jalan yang hendak
kulewati ini. Penuh liku. Tak perlu khawatir akan lelahku melewati liku
perjalanan ini. Jangan! Aku tidak lelah. Karena aku bersama kekuatan.
Peluh ini luluh dengan tulus. Jadi tak perlu khawatir. Masih ada
ketulusan yang berteman dengan kesetiaan. Yang sejatinya sudah mengenal
dan menemaniku sedari dulu. Jauh sebelum sepi itu menepi dan
menghampiriku. Tapi kuyakin, ia tak kan lama bersamaku. Masih ada
kekuatan dan kesabaran di belakangku. Masih juga ketulusan yang tak kan
berharap apa pun pada peluh yang terlanjur luluh.
Jujurlah. Aku masih yakin kamu akan kembali dan berbalik ke arahku. Aku
masih punya Tuhan yang Maha Adil. Meski manusia bisa menghentikan
ketidakadilan, tapi Tuhan memberikan keadilan penuh padaku kapan pun. Ia
datang bagai cahaya yang tak mampu kubendung. Seperti rindu ini, yang
tak dapat kubendung. Meski rasa itu hilang beberapa tahun lalu, kini
kembali. Entah apa yang membuatnya kembali lagi, lagi dan lagi.
Mungkin saja kekuataan dan kesabaran yang menggiringnya ke arahku. Atau
keyakinan dan kesabaran mendorongnya bersama kekuatan untuk kembali ke
sini? Ah, pasti Tuhan dengan segala keadilan-Nya yang menuntunnya
kembali ke sini.
***
12 Juni 2015. Kamar 305.
Langkah kaki ini seirama dengan degup jantung. Padahal tidak sama
sekali. Degupan jantungku lebih cepat dari langkahku. Mencoba
menenangkan diri sejenak dan menepi di lorong yang sepi. Hela nafas
sejenak. Dan kubuka pintu dengan penuh ke hati-hatian.
“Hai...,” sapaku pada sosok yang sedang berbaring di ranjang.
Tak ada jawaban. Hanya tatapan dan senyuman.
Tuhan, inikah jawabku atas doaku selama ini untuk bisa menatap dan
melihat senyumanya?. Sambutan hangat sentuhan tanganmu mencairkan
kebekuan kisah yang t'lah lalu.
“Doakan aku ya,” pintanya sambil memegang erat tanganku.
30 Mei 2016.
Aku kembali di sini bersamamu. Tapi kamu hanya diam. Aku datang pun,
kamu hanya diam. Tak lagi menyambutku dengan hangatnya pelukmu. Tuhan,
adilkah ini? Ketika Kau hadirkan kembali ia dalam hidupku, justru kau
memanggilnya lebih cepat untuk kembali pada-Mu? Se-Rindu inikah Kau
padanya Tuhan?
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/www.puji_ana.cm/rindu-ini-masih-milikmu_57d17a37de22bdb050226118
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/www.puji_ana.cm/rindu-ini-masih-milikmu_57d17a37de22bdb050226118