Minggu, 25 Oktober 2015

Bijak Kelola Keuangan Untuk Masa Depan Yang Lebih Baik

 Memiliki masa depan yang cerah dan sukses secara keuangan merupakan impian bagi setiap orang. Tidak mudah dan tidaklah sulit untuk mewujudkan keduanya jika kita tahu caranya. Meskipun akan banyak godaan yang akan kita hadapi dalam mewujudkan impian atau cita-cita kita. Seperti halnya dalam mengatur kebutuhan hidup yang berhubungan dengan uangan. Dan memang mengatur keuangan tidaklah mudah alias gampang-gampang susah. Terutama bagi kaum hawa seperti saya, yang dengan mudahnya tergiur oleh diskon atau harga-harga promo yang terdapat di pusat perbelanjaan.

Seperti teori Keynes (John Maynard Keynes), bahwa pengeluaran masyarakat untuk konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan. Semakin tinggi pendapatan mengakibatkan semakin tinggi pula tingkat konsumsi. Teori ini benar, karena semakin banyak uang yang kita miliki maka akan semakin banyak pula keinginan dan kebutuhan yang dibeli. Padahal sebenarnya bahwa barang yang kita beli tidaklah penting atau bahkan hanya tergiur harga promo/ diskon belaka. Setelah membeli terkadang menyesal “Buat apa atau mau diletakkan dimana ya nanti?”. Nah, maka dari itu pikirlah terlebih dahulu sebelum membeli sesuatu dan jika perlu dipikir berulang-ulang.

Untuk mensiasati atau mengelola keuangan anda sendiri, ada beberapa tips yang perlu dicoba seperti:
1.    Pisahkan atau bagi-bagi gaji yang telah anda terima dalam amplop. Lalu beri keterangan ada amplop bahwa uang tersebut untuk belanja keperluan harian rumah tangga, membayar tagihan, bayar uang sekolah/ kuliah, menabung dan lain-lain sebagainya. Jika sewaktu diperlukan, anda tinggal mengambil amplop tersebut sesuai dengan subjek kebutuhan yang tertera pada amplop. Dan pastikan biaya-biaya tersebut tidak melebihi budget yang ada.
2.    Jika anda bepergian atau hangout bersama keluarga, teman, sahabat dan teman dekat anda, lebih baik untuk membawa uang secukupnya. Hal ini untuk meminimalisir yang namanya ‘lapar mata’. Dan ini bukan berarti pelit looh...
3.    Biasakan diri menulis cash flow anda sendiri (jika masih single) selama sebulan. Hal ini mengetahui pengeluaran anda sesuai dengan bugdet atau over budget. Jangan sampai besar pasak dari pada tiang.

Sebenarnya ada banyak cara untuk mengelola keuangan yang ada di tangan anda. Tidaklah serumit mengelola keuangan suatu perusahaan. Tapi jika anda merasa kurang piawai mengelola keuangan anda pribadi, ada baiknya meminta bantuan perencana keuangan profesional.


Dan hidup berkecukupan secara materi tidaklah mengharuskan foya-foya dengan uang yang anda miliki. Uang yang ada tidak harus dihabiskan saat itu juga. Namun terkadang keinginan tak sesuai dengan harapan dan kenyataan yang ada. Keduanya harus selaras dan sejalan dalam mewujudkannya. Bisa jadi tidak atau bahkan berlebih secara keuangan, tapi apabila tidak bijak dalam menggunakannya? Semua tergantung pada masing-masing individu.


Sabtu, 17 Oktober 2015

Sahabat yang Sesungguhnya

Apa arti sahabat buat anda? Seberapa pentingkah sahabat dalam kehidupan sehari-hari anda, dan seberapa besar sahabat mempengaruhi kehidupan anda?. Dan sesungguhnya adakah sahabat sejati dalam kehidupan kita masing-masing????? Hmmmmm…..

Pasti ada!!! Ini kisah sesungguhnya sahabat yang benar-benar sejati. Rela berbagi baik suka maupun duka.

Ya, kisah ini aku tonton disalah satu televisi swasta yang sudah cukup lama mengudara dan belum lama mengganti namanya. Hmm…cukup familiar juga kok dgn nama yang baru ini.

Sebelum makan siang tepatnya aku menonton berita yang saban harinya selalu mereka sajikan kepada kami para penontonnya. Dan hari itu (kemarin, Rabu, 11 Mei), para penggiat berita dari TV tersebut menyajikan berita yang datangnya dari Pandegalang, Banten. It’s real. Kisah dua persahabatan antara Melayanti dan Ade. Mereka berdua adalah siswi kelas enam sekolah dasar. Dimana mereka berdua dengan ribuan juta siswi SD lainnya di seluruh Indonesia sedang menghadapi UN. Melayanti, gadis cilik ini rela menjemput temannya, Ade yang mengalami kelumpuhan sejak kelas empat SD. Entah apa penyebabnya tidak diketahui secara pasti. Sang orang tua yang bekerja serabutan tidak mampu membawa Ade ke dokter untuk memeriksakan kesehatannya.

Melayanti setiap hari selalu menggendong Ade, dari rumhanya hingga sampai di sekolah. Melayanti mengaku tidak capek yang setiap hari harus menggendong Ade ke sekolah. Begitu pula sekembalinya menuju rumah. Justru ia mengaku senang bisa membantu temannya. Dan tentunya ikhlas, ya itulah yang terlihat di layar kaca.

Mmmm…benar-benar sangat mengharukan sekali. Dan ini gambaran sahabat sejati. Sahabat yang rela berkorban dan rela berbagi baik suka maupun duka.

Buat Ade, semangat yach?!. Beruntung Ade punya sahabat sejati seperti Melanyati yang selalu setia dan rela menggendong Ade dari rumah ke sekolah dan dari sekolah hingga tiba di rumah kembali. Semoga melalui tayang televisi tersebut, para dermawan tersentuh dan tergerak hatinya untuk membantu Ade.


Semangat Ade ….;)





Senin, 12 Oktober 2015

Balada Rok Copot

Hooouuuaaaaa...

Masih ngantuk. Gerutuku.

"Ade, ayo bangun...", perintah sang mama.

Aarrrgghhh….masih ngantuk juga, kataku dalam hati.

Selalu aja, suara itu terdengar ketika aku lagi malas-malasnya buat bangun pagi.

"Ade, ayooo banguuunnn...mama tau kok kamu udah melek", katanya.

Aku masih menenggelamkan seluruh badanku dibalik selimut lusuhku.

"Ummmm, mama tau nie jurus jitu supaya kamuuuu........bruukkkk!!!".

Mama menidih serta menggelitiki aku.

"Aduuuuhhh....mama sakit tau! Gelllliiiiiii mamaaaaaa....", mama menarik selimut yang tadinya menutupi seluruh badanku.

Aku cemberut.

"Hehehehee...maaf sayang", mama terkekeh.

"Aduuuuhh, aduuuhhh...anak mama cemberut", godanya.

"Tau, ah...", aku ngeloyor ke kamar mandi.

* * *

Lima Belas Menit Kemudian.

"Adeee....ayo cepat sarapan, udah udah jam berapa ini? Liat jam, kamu belaum sarapan lho…", teriak mamaku lagi.

Beginilah kerjaannya mamaku setiap pagi. Selalu teriak-teriak bak pedagang di pasar yang sedang menjajakan dagangannya dipagi hari. Ayo sayuran segar, sayuran segar…baju cakar bongkar!!!hahahahahaa…(maap yach ma?).

Bedanya kalo di pasar, ibu-ibu yang lagi belanja akan nyamperin. Tapi kalo mama udah berkoar-koar, itu malah bikin aku. Apalagi disaat orang lagi binggung nyari sesuatu dipagi-pagi buta kayak sekarang. Tambah bikin gerah + memancing esmosiku.

“Ade, cepatan!!”.

"Yaaa, aku dengar. Bentar lagi ma", jawabku.

"Benar menit lagi, mama tungguin nie".

"Otre, maa. Ahaaa (sambil memetik jariku), akhirnya ketemu juga rokku. Ga apa-apa dech pakai yg ini, nanti mama bawel kalau aku pakai rok itu-itu melulu", aku ngomong sendiri.

Tanpa aku sadari, ternyata sedari tadi mama memperhatikan aku dari balik pintu kamarku. Mama cuma bisa menggelengkan kepalanya kekanan kiri, satu..dua..tiga…lalu pergi.

Sepuluh menit kemudian, aku keluar dengan pakaian seragam rapih.

"Waduuuuhhh...anak mama cantik sekali pagi ini? Tumben kamu pakai rok hordengmu (modelnya mirip banget kayak hordeng/kelambu yang dipasang disetiap rumah2 itu lho...???kebayangkan klo ada angin topan? dan bisa dibayangkan donk?hehehehehe.....), ada apa? Biasanya kamu ga' pernah mau?", mama menggerlingkan matanya.

Aku tidak menggubris omongan mama. Aku lebih tertarik untuk menyantap makanan yang sudah menanti untuk aku lahap.

"Halooo, kamu denger ga' sich omongan mama?", katanya sedikit jengkel karena aku cuekin.

Aku menjawab dengan enteng dan sekenanya," Denger kok ma. Dan mama mau tau kenapa aku pakai rok ini? Karena rok yang lain ga' ada. Ga' ada mama!!Sekarang mama denger & tau alasannya kan?" hehehehhee....

"Hmmm...", jawabnya tanpa kata-kata.

* * *

Itulah rutinitas aku dan mamaku disetiap pagi hari. Pasti ada hal-hal kecil yang membuat mama teriak-teriak sebagai pengingat aku, yang harus selalu dibawelin oleh sang mama tercinta. Love u ma....

Bila ingat akan kasih sayang mama yang begitu teramat sangat sama aku, pengen banget rasannya aku memeluk serta menciuminya sepuas mungkin. Sampai mama ga’ bisa nafas, hahahaha….(lebay). Mama miss u....heheheheheee. Manja!!! Itulah julukan yang pantas buatku ketika kepergok oleh teman-temanku sedang bermanja-manja ria dengan sang mama tercinta. Nama juga anak kecil. Hihihihi......



* * *
Begitu sampai sekolahan, aku langsung bergabung dengan teman-temanku. Pagi-pagi mereka sudah berkumpul di depan kelas, tentunya dengan sejuta cerita-cerita ringan dipagi hari (gosip maksudnya).

"Hai Naya", sapa Dinta teman dekatku.

"Haaaiii…..", jawabku sambil jalan menuju kelas.

"Eh Nay, sini dulu napa?", kata Dinta.

Aku hanya tersenyum sambil tetap jalan masuk ke kelas. Tak kusangka, Dinta mengikuti ke kelas.

"Nay, aku nungguin kamu tau?!. Eee.. yang ditungguin malah langsung nyelonong aj ke kelas. Kenapa sich, tumben ga' gabung dulu sama kita-kita".

"Ga' ah, lagi malas Din", terangku.

Dinta mengernyitkan dahinya. Mengangkat kedua bahu serta tangannya.

"Dinta mau tau kenapa??", aku berdiri dan menunjuk ke bawah (ke arah rok ku).

"Hahahahahhaaaa....." Dinta tertawa terbahak-bahak.

"Iiiiihhhhhhhh, Dinta?? Kenapa ketawa, emang ada yang lucu? Dinta senang yach kalo aku pakai rok ini?", aku kesal.

Dinta masih tetap tertawa.

"Tau ah, ditanya malah ketawa", aku berlalu dari hadapan Dinta.

"Wooiiii...Naya, gitu aj marah? Aku bercanda kok! Kamu inget ga' kalo kamu pernah bilang rok yang kamu pakai ini mirip hordeng rumahku. Bukan hanya model tapi warna juga sama, merah kayak gini", katanya sambil memang rok yang kupakai.

Kali ini mataku yang bekerja. Aku memandang sinis ke arah Dinta lalu meninggalkannya. Dinta sedari dulu memang suka menggodaku seperti ini.

* * *

Teng...teng...teng...

Horeeee,sorak sorai terdengar dari setiap kelas setelah mendengar lonceng berbunyi. Tak ketinggalan juga di kelasku yaitu kelas IV. Kami langsung berhamburan keluar kelas dan langsung menyerbu penjaja makanan di kantin yang letaknya lumayan jauh dari kelas kami.

Ketika aku dan teman-teman sekelasku sampai di kantin, pemadangannya sudah berubah menjadi lautan manusia bukan lautan makanan. Banyak cicurut-cicurut kecil yang mengantre untuk membeli makanan. Sampai-sampai penjualnya tidak terlihat. Huuhhh!!!

Aku dan temanku yang lainnya termasuk  Dinta, mengurungkan niat untuk jajan. Akhirnya kami kembali dengan tangan hampa. Biasanya kedua tangan kami akan dipenuhi makanan favorit masing-masing. Tapi kali tidak.

Agenda kami selanjutnya setelah jajan di kantin (walaupun kali ini kami tidak jajan) adalah main. Entah itu main karet atau tak umpet. Tapi kali ini kami lebih memilih bentengan (permainan dimana para pemainnya bs lbh dr 5 org & mempunyai pny sebuah benteng/diibaratkan rumah. Bisa berupa pohon atau apa saja, dan kita harus menjaganya. Jgn sampai ada musuh yang menyentuhnya, jika ada musuh yang menyetuhnya maka mereka akan menyebut "BENTEEEENGGG.....". Mereka menang, pokonya gitulah). Permainan ini seru banget dan mendidik menurutku. Ya, dalam permainan ini kita diajarkan kerja sama dan saling menjaga satu sama lain.

Nah, kali ini aku tidak sekelompok sama Dinta. Kami pisah, Dinta sekelompok dengan yang lain. Tapi aku tidak khawatir dengan permainan ini. Karena aku akan dijadikan anak bawang alias harus selalu jaga rumah supaya ga' diserang musuh. Beruntunglah aku yang selalu dijadikan anak bawang dan mereka percaya dengan aku untuk menjaga benteng dari serangan musuh. Karena kalo aku dijadikan tim penyerang, pasti aku akan kena sandera musuh. Karena aku tidak bisa berlari dengan cepat. Maka itulah aku selalu mejadi penjaga benteng. Hahahahahha.....kasihan sekali aku ini. Hihihiiii.....

Ya, permainan dimulai.

Baru dimulai, permainan mulai memanas. Karena kelompokku ada tersandera musuh satu orang. Temenku yang lain mulai menyerang benteng musuh dan dengan harapan bisa menyelamatkan temen yang disandera. Ya, ayoooo....cepat serang.

Usaha temanku kali ini sia-sia. Ternyata dia juga disandera sama musuh. Aduh, mana tinggal kita bertiga lagi. Ya, jumlah kelompok kami 5 orang. Kami mulai panik. Pihak musuh anggotanya masih lengkap. Mereka mulai mengepung benteng kami. Dari depan, belakang, kiri, kanan. Kita tingkatkan kewaspadaan, bahu membahu menjaga benteng. Akhirnya usaha kita berhasil. Tidak ada satu pun pihak musuh yang menyentuh benteng kami.

Aksi serangan kami lanjutkan kembali. Pokoknya kami harus bisa menyelamatkan teman-teman kita masih disandera musuh. Dengan tekat bulat, akhirnya temanku menyerang benteng musuh. Ya, lagi-lagi teman kita tersandera musuh.

"Aduuhh, gimana nie tinggal kita berdua Nay", kata Surti khawatir.

"Iya", jawabku tak bersemanagt.

"Tenang lo jaga benteng, aku mau.......

Surti nekat lari menyerang benteng musuh. Nah, pihak musuh langsung menyerang benteng kami. Mereka melihat aku sedang menjaga benteng sendirian. Pasti aku kewalahan menjaga benteng kami (karena benteng kami adalah pohon waru yang besar sekali).

Aduh aku panik, niee....tiga orang musuh mengepung. Aku harus tingkatkan kewaspadaan. Aduuh, aduuh, gimana nie...Tuhan tolooong. Ummmm, legaaaa….akhirnya Surti kembali juga ke benteng.

“Surtiiiii, ayooo cepat. Dibelakangmu ada Murni (yang tak lain adalah saudara kembar Surti yang terus mengejarnya)”, teriakku dari benteng.

Surti lari tunggang langgang menuju benteng. Aku percaya, Surti pasti bisa. Derap langkah kaki Surti semakin mendekatiku. Aku penuh kegirangan, aku lonjat-lonjat ditempat.

“Ayoooo, Surtiiiii….”.

Dengan nafas tersengal-sengal, Surti menjulurkan tangannya kearahku. Aku tahu maksud Surti, pasti dia meminta bantuanku.

“Nayaaaaa…..”, serta merta dia memegang rok dan menariknya. Setelah itu dia kembali mengejar Murni.

“Surti, ayooo kejar terusss….”, teriakku dari kejauhan sambil melompat-lompat di bawah pohon yang kami jadikan benteng kami.

Aku terus memperhatikan Surti yang terus mengejar Murni. Dan aku baru sadar ada suara yang terus memanggilku.

“Nayaaaa…”, sepontan aku langsung menoleh ke arah sumber suara.

“Rok-nya copot tuh!!” seru Indah.

Aku langsung menunduk. Bener aja kata Indah, rok-ku????. Kalo copot atau melorot, ga’ ada di bawah. Lantas kemana? Oh my God….

“Surtiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii…………..”, aku teriak sekuat tenaga. Dan aku melihat Surti membawa lari rokku.

Aku langsung berlari menuju kelas yang tak jauh dari tempatku bermain. Ketika aku lari, semua mata tertuju padaku (hahahahahaaa…kayak slogan kontes kecantikan itu yach?!).

Gimana ga’ pada ngeliatin? Orang aku setengah bugil!!!. Cuma pakai kemeja, celana dalam, kaos kaki & sepatu doang? Bener-bener kayak orang oon. Sumpah aku malu banget!!! Begitu sampai kelas, aku langsung duduk dan menutup mukaku dengan kedua tanganku. Aku menangis. Malu. Kesal. Semua campur aduk. Ga’ lama kemudian teman-temanku berdatangan termasuk Surti.

“Naya, maaf yach…aku tadi ga’ sengaja”, pinta Surti.

Aku masih terdiam dan tetap nangis.

“Nay…”, suara Surti kembali terdengar lagi.

Aku tidak menjawabnya.

“Lagian kamu gimana sich, kok bisa narik roknya Naya”, kata Murni.

“Yeee, orang ga’ sengaja. Tadi tuh, aku mau megang kayu”, terang Surti.

“Dia nangis tuh…”, kata teman-teman yang lain.

“Nayaa, aku minta maaf yach. Tadi aku ga’ sengaja, maafin aku yach….”, Surti masih memohon.

* * *

Hihihihihihihi…..untung masih SD. Tapi tetap aja malunya kebawa sampai sekarang.


Telah dipublish di: http://www.kompasiana.com/phi-phi/balada-rok-copot_5500b0c8a33311a11450fc21

Sabtu, 03 Oktober 2015

[KC] Cinta Live Report

Chia, 121

Doorrr...doorrr...doorr
Suara tembakan itu jelas terdengar di telinga, berbarengan dengan teriakan warga termasuk aku. Pecahan kaca, batu serta kayu masih berserakan di jalan. Rasa ketakutan dan suasana mencekam masih menyelimuti areal di pemakaman di utara jakarta ini. Petugas berseragam dan senjata lengkap terus berjaga dan siaga mengantisipasi situasi kondisi sekitar. Lemparan benda-benda keras terus dilayangkan ke arah petugas. Beruntung semua menggunakan helm, jadi kalau pun batu itu mampir di kepala, masih aman.
Ini betul-betul mencekam. Tak berbeda jauh dengan film action, hanya saja ini nyata di depan mata. Kakiku serasa tak menapak ke tanah. Degupan jantung pun berdetak lebih kencang. Dan keringat dingin mulai bercucuran di dahi.
                                                * * *
“Ray,” suara lantang memekik telingaku.
“Siiiaapp....,”
“Ray, loe jangan misah dari gue dong! Gue bingung nyariin, loe malah sembunyi di belakang Polisi. Kalauloe kenapa-napa? Loe itu tanggung jawab gue,” oceh laki-laki berseragam hitam itu.
Raya terpaku.
“Yaaa, gue pikir aman kalau gue di sini bang”.
Dan tiba-tiba, bongkahan batu mendarat di pelis kanan Gigih. Seketika darah segar mengucur. Dengan cekatan, Raya menarik tangan dan membawanya menepi di balik petugas yang berdiri tegap menggalau bebatuan yang sengaja dilemparkan ke arahnya.
“Bang, loe ngga apa-apa kan? Maaf yaa ini semua gara-gara gue”.
Gigih tampak serius menyeka darah yang terus keluar, tanpa mengubris kata-kata Raya. Dengan bantuan beberapa petugas medis yang ada, darah itu berhenti mengalir.
“Thanks, udah peduli sama gue”. Suaranya bergetar dan menahan sakit.
Raya hanya menganggukan kepala. Tak banyak kata yang ia ucapkan selain isyarat. Ketakutan semakin menjadi ketika mendengar ada korban dari petugas yang terkena sabetan senjatan tajam.
“Ray, loe jangan jauh dari gue. Cukup gue yang luka”. Gigih memegang erat tangan Raya.
“Loe partner gue. Jadi kalau ada apa-apa berarti tanggung jawab kita berdua,” ucap Raya.
Kali pertama Raya menghadapi kecemasan yang teramat sangat. Nyawa menjadi taruhan jika salah langkah dan tidak hati-hati. Bagai makan buah simalakama, maju salah mundur pun salah. Hadapi saja kenyataan yang ada di depan mata. Ini merupakan tugas yang harus aku jalankan sesuai dengan profesiku sebagai Jurnalis. Meski kadang nyawa pun bisa menjadi taruhan jika dalam suasana seperti ini.
***
“Ray, sepuluh menit dari sekarang bisa Live?,” kata perempuan di ujung telepon.
“Hah, sepuluh menit lagi? Ngga salah mba? Gue belum ada bahan apa-apa buat Live,” jelas Raya.
“Ngga mungkin belum ada bahan. Liat sekitar loe ada apa aja, amati dari sekarang sepuluh menit lagi gue telepon buat Live dan standby di depan kamera. Tut...tut tuuutt...”. telepon terputus.
Astagaa Tuhan... situasi seperti ini yang tak pernah diharapkan. Terkadang ingin berteriak dan menangis sejadi-jadi jika menghadapi manusia-manusia ‘Superior’ itu. Tapi apa mau dikata, ini adalah tugas yang harus dijalankan. Ini adalah profesi pilihan kami dimana deadline selalu mengintai hari-hari kami.
‘Standby 3...2...1...’
Tak bisa menghindar jika account down mulai dikumandangkan. Siap tidak siap harus dihadapi. Tak peduli betapa gugupnya bertatapan dengan sorotan kamera. Tak peduli pula dengan apa yang ada di kepala kami saat itu. Ruweeett sekali seperti benang kusut. Dalam keadaan seperti ini rasanya ingin sekali memiliki ilmu menghilang sejenak. Ketika kembali sudah melewati jam dimana tidak lagi dengan posisi standby di depan kamera.
Bisa mungkin itu karena terbiasa. Itulah kata yang kebanyakan dikatakan orang. Itu benar adanya dan terbukti. Sebagai bukti nyata, Raya tak segan-segan jika sewaktu-waktu diminta untuk melaporkan langsung kejadian atau peristiwa di suatu tempat.
***
Jarum jam baru menunjukan pukul 6 tepat, tidak kurang dan tidak lebih. Inilah waktu yang tepat untuk menggelilingi Ibukota di pagi hari. Dimana langit masih terasa sendu lantaran tertutup mendung di pagi ini. Raya melangkahkan kaki menuju laki-laki yang sudah bersiap mendampinginya untuk menyusuri perkampungan yang memang letaknya di bibir sungai. Nyaris tak ada batas antara rumah dengan bibir sungai. Butuh perjuangan untuk bisa sampai ke lokasi langganan banjir ini. Dengan bantuan petugas dan volunteer kami menyusuri perkampungan sekitar.
“Ray, nanti loe masuk segmen pertama tapi setelah berita paket yaa...”. Entah itu suara siapa yang terdengar di earphone yang terpasang ditelingaku.
“Siiiaaapp...”
Dia mengamati dari layar kamera yang ada di depannya. Sesekali dahinya berkerut. Sesekali tersenyum simpul.
“Ray, geser ke kiri dikit dong...,” pinta si hidung Betet.
“Nih, kiri itu ke sini bukan ke situ. Sana itu kanan. Kanan kiri aja mesti diajarain”. Pelan tapi dalam dan mengena ke hati.
Standby 3...2...1...
Lima menit kemudian.
“Good job Ray... thank uu...”. kata-kata itu seolah menjadi pertanda ending dari Live Report.
Byuurr...
Peristiwa besar terjadi di depan mata. Yup, sang Kameraman handal terjatuh dan nyaris tenggelam dalam banjir. Mungkin jadi Hot News ketika kamera itu masih dalam keadaan on.
“Pak Har, Betet jatuh dan kakinya kesleo. Gimana ini pak, balik kanan atau bertahan di sini?,” tanya Raya.
“Tapi kameranya ngga apa-apa kan?”.
What? Kenapa kameranya yang dikhawatirkan? Astagaaa....
Hmmm, itulah kehidupan.
Hadapi dengan senyuman dan ambil hikmahnya apa pun yang sudah terjadi. Karena semua kehendak-Nya.
I love my job!!

NB: Untuk membaca karya-karya peserta lain yang kece-kece silahkan menuju akun Fiksiana Community
dan silahkan bergabung di FB Fiksiana Community