(Foto: Google)
Stereotipe universal yang menjadi
pegangan banyak orang selama ini selalu beranggapan bahwa kebanyakan pria
menghindari diri bahkan takut untuk berkomitmen. Sedangkan wanita lebih siap
dan selalu menuntut sebuah komitmen kepada pasangan prianya.
Sepertinya faktor usia tidak selalu
berpengaruh pada seorang pria untuk memutuskan untuk berumah tangga, hidup
dalam aturan perkawinan yang siap membatasi ruang gerak dan kebebasannya.
Sedangkan wanita dianggap akan mengejar komitmen karena faktor usia sangat
menentukan penilaian masyarakat terhadap dirinya. “Perawan Tua” Seolah-olah
menjadi dasar penilaian negatif pada seorang wanita.
Rasanya, zaman sekarang anggapan
seperti itu perlu dikoreksi dan dilihat kembali terhadap keberadaan wanita
modern saat ini. Karena alasan karir atau ketakutan akan kegagalan berumah
tangga, sebagian wanita dapat memutuskan untuk menunda hidup berkomitmen.
Bahkan ada diantaranya yang memutuskan untk hidup sendiri.
Tapi, jangan terlalu terburu-buru
untuk menilai bahwa wanita yang enggan berkomitmen akan berperilaku seperti
“sex and the city”, serial televisi yang diproduksi oleh HBO. Dimana gaya hidup
metropolis dan pergaulan (sex) bebas merupakan alternatif kemungkinan pemenuhan
“kebutuhan sex” tanpa ikatan tetap atau hidup dalam sebuah komitmen.
Komitmen dalam berumah tangga tidak
selalu membahas mengenai urusan seksual, namun lebih pada tanggung jawab akan
“kontrak” hidup bersama dalam jangka panjang atau seumur hidup. Rasanya tidak
masuk akal kalau untuk mempersatukan dua orang yang berbeda sifat dan karakter
dasar hanya dapat dipenuhi karena kebutuhan seksual atau keinginan untuk
memiliki keturunan.
Itulah sebabnya, komitmen awal untuk
berumah tangga harus dipertegas sedari awal. Apakah hidup bersama hanya untuk
memenuhi kebutuhan biologis saja atau ingin hidup bersama yang secara harafiah
sebagaimana mestinya pasangan hidup yang sejati? Hidup bersama berdasarkan
cinta, saling memberi dan menrima segala kekurangan pasangan dan saling
melengkapi satu sama lain?. Hal itu yang harus dipertegas.
Jadi, bukan hanya sekedar urusan
biologis saja. Banyak hal yang harus dipertimbang kan sebelum memutuskan untuk
berkomitmen dengan pasangan hidup. Jangan komitmen itu menjadi bumerang
sepanjang hidup dalam berumah tangga. Tak pelak jika dizaman sekarang, banyak
pasangan muda-mudi sekarangan hanya seumur jagung. Atau istilah trend nya
‘kawin cerai’. Lantas kemana komitmen yang telah mereka buat dan sepakati
bersama?
Memegang teguh sebuah komitmen
memang tak mudah. Tapi itu semua tergantung dari pada manusianya itu sendiri.
Pertegas komitmen dalam sebuah hubungan sedari awal. Mau dibawa kemana hubungan
ini? Sekedar having fun atau ke arah yang lebih jauh? Kedua pertanyaan ini
harus disepakati bersama pasangan dan didasari dari hati, jangan hanya
kesepakatan yang sepihak. Percayakah jika orang yang supel itu sulit untuk berkomitmen?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar